Demikian juga diriwayatkan bahwa suatu ketika Jabir bin Abdullah pernah ditanya, “Apakah Rasulullah melarang berpuasa pada hari Jumat?” Jabir menjawab, “Ya.” (HR. Bukhari)
Dalam hadis yang lain, Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahwa Nabi bersabda:
لاَ تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ
اللَّيَالِي، وَلاَ تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ
اْلأَيَّامِ، إِلاَّ أَنْ يَكُوْنَ فِي صَوْمٍ يَصُوْمُهُ أَحَدُكُمْ
”Jangan mengkhususkan malam Jumat untuk melakukan Qiyamullail di
antara malam-malam yang lain. Dan jangan pula mengkhususkan hari Jumat
untuk berpuasa di antara hari-hari yang lain, kecuali salah seorang di
antara kalian berpuasa (sunah) bertepatan dengan hari itu.” (HR. Ahmad)Hadits ini menjelaskan, yang dimaksud dengan hal yang terlarang itu ialah kalau hanya mengkhususkan hari Jumat untuk berpuasa. Akan tetapi, kalau berpuasanya digabungkan dengan sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya, hal ini boleh-boleh saja.
Imam An-Nawawi berkata, ”Hadis di atas cukup jelas menyatakan tentang larangan untuk mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat malam dan berpuasa di siang harinya. Semua sepakat untuk menyatakan makhruh.” (Syarh Muslim, 8/20)
Bentuk larangan lebih kepada pengkhususan semata, ketika seseorang hanya menjalankan puasa pada hari Jumat dan qiyamullail di malam harinya, maka hal ini tentu menyelisihi sunnah Nabi SAW. Akan tetapi, berbeda ketika seseorang hanya memiliki waktu kosong pada malam Jumat maka tidak mengapa baginya untuk melaksanakan qiyamullail di malam tersebut.
Demikian juga dengan puasa, ketika rutinitas puasa sunnah yang dilakukannya, seperti puasa daud dan puasa arafah, maka tidak mengapa ia melaksanakan puasa pada hari itu.
Para ulama berbeda pendapat mengenai hikmah dilarangnya mengkhususkan puasa hanya pada hari Jumat. Ada yang mengatakan, hikmahnya ialah agar seorang muslim kuat dan berenergi untuk melakukan berbagai rutinitas ibadah yang disyariatkan pada hari ini.
Hal ini sama halnya seperti tidak dibenarkannya berpuasa pada hari Arafah bagi yang menunaikan ibadah haji. Kelemahan ini akan menafikan kemakruhan kalau seseorang itu juga berpuasa sehari sebelumnya atau sesudahnya. Sebagaimana dinyatakan dalam hadits Juwairiyah sebelumnya.
Ada pula yang mengatakan, maksudnya ialah untuk menutup ruang berlebih-lebihan dan mengunci pintu bid’ah pada hari yang agung ini. Selain itu, ada pula yang mengatakan, karena hari Jumat merupakan hari raya, sementara puasa tidak diperkenankan pada hari raya. Barangkali pendapat terakhir ini yang lebih unggul. Sebab, Abdurrazzaq dalam Mushannaf-nya dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya, telah meriwayatkan dari Abu Al-Aubar, “Saat saya sedang duduk di sisi Abu Hurairah, tiba-tiba seorang lelaki mendatanginya seraya berkata, ‘Sesungguhnya Anda telah melarang umat manusia berpuasa pada hari Jumat.’
Abu Hurairah berkata, ‘Saya tidak pernah melarang umat manusia berpuasa pada hari Jumat. Akan tetapi, saya mendengar Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian berpuasa pada hari Jumat; karena ia merupakan hari raya, kecuali kalian menyambungnya dengan hari-hari berikutnya’.” (HR. Ibnu Hibban)
Demikianlah salah satu bagian dari petunjuk syar’i dalam mengerjakan amal shaleh. Ketentuan di atas tentu bukan karena ingin menghalangi orang untuk beramal. Namun semua itu hanya bentuk usaha kita agar setiap amal yang kita lakukan selaras dengan petunjuk Nabi shallallahu ’alaihi wasallam. Wallahu a’lam bisshawab!
Penulis : Fakhruddin
No comments:
Post a Comment