
SangPencerah.com- Amnesty International menyoroti penggunaan penyiksaan oleh aparat keamanan yang disampaikan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti.
Konfirmasi
penggunaan penyiksaan oleh aparat keamanan lewat pernyataan Kapolri
merupakan sebuah arah balik yang belum pernah terjadi sebelumnya setelah
lebih dari satu dekade penyangkalan yang gigih akan praktik ini.
Di
DPR, Kapolri Jendral Badrodin Haiti mengkonfirmasi bahwa anggota
Detasemen Khusus (Densus) 88 anti-terorisme menendang terduga teroris di
dadanya, mematahkan tulang rusuknya, dan mengenai jantungya hingga
meninggal. Namun, saat itu Siyono dinyatakan melawan saat akan
ditangkap.
“Pengakuan yang belum
pernah terjadi sebelumnya oleh Jendral Badrodin Haiti merupakan arah
balik penting di tengah-tengah penyangkalan publik yang terus terjadi
bahwa penyiksaan bersifat meluas di Indonesia,” menurut Josef Benedict,
Direktur Kampanye Amnesty International untuk Asia Tenggara dan Pasifik
dalam rilisnya, Jumat (22/4/2016).
Benedict
menyatakan pengakuan ini memberikan secercah harapan bahwa kultur
impunitas yang endemik yang menaungi polisi bisa mulai dibongkar.
Amnesty International mendesak untuk membentuk sebuah penyelidikan yang
independen dan tangguh untuk menentukan bagaimana meluasnya praktik
semacam itu terjadi.
“Ada kebutuhan
mendesak untuk adanya sebuah mekanisme akuntabilitas yang sudah
terlambat sejak dulu dan undang-undang baru yang mempidanakan penggunaan
penyiksaan.”
Amnesty International
percaya bahwa terdapat banyak kasus di mana aparat polisi, termasuk unit
Densus 88, harus diinvestigasi karena dugaan pelanggaran HAM, termasuk
penyiksaan
Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM), yang telah mendorong akuntabilitas kepolisian,
menyatakan pada bulan lalu bahwa paling sedikit ada 121 orang meninggal
selama masa penahanan sejak 2007 dalam operasi anti-terorisme.(sp/licom)
No comments:
Post a Comment